
Jakarta, Voxindo.id – Koordinator Aktivis Sumsel, Harda Belly, menilai praktik korupsi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari maraknya praktik politik uang (money politik) dalam setiap proses pemilu.
Ia menyebut, kepala daerah maupun anggota legislatif yang lahir dari sistem pemilu liberal berbasis modal, pada akhirnya akan berpikir untuk mengembalikan ongkos politik yang dikeluarkan, bukan memperjuangkan kepentingan rakyat.
“Koruptor itu lahir dari money politik. Ketika seseorang terpilih karena membeli suara, maka orientasi utamanya adalah mengembalikan modal, bukan mengabdi. Maka jangan heran jika kebijakan yang lahir hanya menguntungkan segelintir pihak,” tegas Harda, Jumat (12/9).
Harda mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak dalam jebakan transaksional politik. Menurutnya, kesadaran kolektif rakyat menjadi kunci utama untuk memutus rantai politik uang yang telah merusak sendi demokrasi.
“Jangan pilih pemimpin yang tidak pernah hadir di tengah masyarakat, yang tidak pernah membantu rakyat, apalagi yang hanya datang ketika musim kampanye. Hindari money politik, karena itu awal dari bencana,” ujarnya.
Ia menambahkan, perubahan harus dimulai dari kesadaran paling dekat, yakni diri sendiri, keluarga, hingga lingkungan. Masyarakat harus di cerdaskan melalui pendidikan politik, agar pemimpin yang lahir tidak prematur.
“Mari kita mulai dari diri kita. Jangan mau suara kita diperjualbelikan. Suara rakyat adalah amanah, bukan komoditas, agar pemimpin yang lahir tidak prematur” seru Harda.
Menurutnya, selama praktik politik uang terus dibiarkan, maka lahirnya pemimpin yang otentik dan benar-benar berpihak pada rakyat akan sulit terwujud.
“Demokrasi yang sehat hanya bisa lahir dari pilihan yang bersih, bukan dari transaksi,” tutup Harda.