
Jakarta, Voxindo.id – Polemik status desa yang berada di dalam kawasan hutan menjadi sorotan serius dalam rapat kerja Komisi V DPR RI bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Selasa (16/9/2025).
Politikus PDI Perjuangan, Adian, menilai kesemrawutan administrasi negara telah menimbulkan dampak luas bagi desa-desa yang masuk kategori kawasan hutan. Akibat tumpang tindih regulasi, desa-desa tersebut kesulitan untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan warganya.
“Kalau negara saja gagal memberikan kepastian statusnya, kayaknya untuk memberikan kesejahteraan akan lama sekali didapatkan oleh rakyat,” tegas Adian dalam rapat di Ruang Komisi V DPR RI, Jakarta.
Berdasarkan data yang dibahas dalam rapat tersebut, terdapat 2.966 desa yang berada di dalam kawasan hutan, 15.481 desa di tepi kawasan hutan, dan 17.650 bidang tanah transmigrasi yang tumpang tindih dengan kawasan hutan. Kondisi ini menimbulkan kebimbangan bagi para kepala desa sekaligus keresahan masyarakat setempat.
Adian menilai, akar masalah bukan terletak pada rakyat, melainkan pada negara yang gagal menyelesaikan persoalan status desa.
“Persoalan terbesar kita bukan rakyat, tapi negara. Negara lah yang kemudian tidak mampu berembug di antara mereka untuk memutuskan status desanya,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa persoalan tumpang tindih tidak hanya terjadi pada hutan dan tambang, melainkan juga pada desa.
“Kenapa? Tidak cuma persoalan tumpang tindih hutan dan tambang, ternyata tumpang tindih desa juga terjadi. Nah, dengan ini, negara harus bersikap. Tidak boleh kemudian benturan ini tanpa jalan keluar,” tambah Adian.
Adian mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk memastikan kepastian hukum dan status desa-desa tersebut, sehingga pembangunan desa tidak lagi terhambat oleh tumpang tindih regulasi.
“Nah, dengan ini, negara harus bersikap tidak boleh kemudian benturan ini tanpa jalan keluar,” tutur Adian.[]