
Palembang – Koordinator Aktivis Sumatera Selatan (Sumsel), Harda Belly, mendesak Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sumsel untuk segera membentuk tim investigasi terkait maraknya dugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam proses rekrutmen tenaga kerja, khususnya di sektor pertambangan batu bara.
Harda mengungkapkan adanya laporan bahwa calon pekerja dimintai sejumlah uang dalam jumlah besar agar dapat diterima bekerja di perusahaan-perusahaan tambang. Nilainya bahkan bisa mencapai puluhan juta rupiah.
“Dinas Ketenagakerjaan harus membentuk tim investigasi. Sudah banyak laporan bahwa untuk bisa bekerja di perusahaan tambang, seseorang harus membayar uang yang nilainya bisa mencapai puluhan juta. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Harda, Senin (21/7/2025).
Lebih lanjut, Harda menyoroti komposisi tenaga kerja di perusahaan tambang batu bara yang justru didominasi oleh pekerja dari luar daerah. Padahal, Sumsel adalah daerah penghasil batu bara yang kekayaannya seharusnya dinikmati oleh masyarakat lokal.
“Ini sangat melukai hati masyarakat Sumsel. Tanah kami dikeruk kekayaannya, tapi yang menikmati justru orang luar. Di mana keadilan untuk masyarakat lokal?” ujarnya dengan nada kecewa.
Tak hanya itu, Harda juga mempertanyakan transparansi dan penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di wilayah Sumsel. Menurutnya, dana CSR seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, namun hingga kini masih minim dirasakan dampaknya.
“CSR itu wajib dan harus transparan. Ke mana aliran dana CSR dari perusahaan-perusahaan tambang itu? Masyarakat harus tahu dan harus merasakan manfaatnya,” pungkasnya.
Harda menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal isu ini dan mendorong pemerintah untuk berpihak pada rakyat, bukan pada kepentingan korporasi.