
Koordinator aktivis Sumsel-Jakarta Harda Belly mengecam keras insiden tewasnya pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan yang dilindas kendaraan taktis Brimob di Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis (28/8). Peristiwa itu dinilai sebagai bukti nyata bahwa Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo gagal menjaga keselamatan rakyat dan cenderung berulang melakukan tindakan represif yang berujung korban jiwa.
Ia menegaskan bahwa tragedi berdarah yang terus terjadi menunjukkan adanya masalah sistemik di tubuh Polri. Karena itu, menurutnya, tanggung jawab tidak boleh hanya dilemparkan kepada oknum anggota di lapangan.
“Dalam hal ini, Kapolri sudah gagal menjaga marwah institusi. Sudah sering terjadi dan berulangkali peristiwa berdarah bahkan sampai nyawa melayang,” kata HB dalam keterangannya, Sabtu (30/8/2025).
“Ini semua adalah tanggung jawab pimpinan, jangan hanya menyalahkan oknum anggota yang bertugas di lapangan. Sungguh tidak adil kalau hanya mengkambing hitamkan anggota yang hanya menjalankan perintah,” imbuhnya.
HB menyinggung soal sejumlah peristiwa besar yang terjadi di era kepemimpinan Listyo Sigit.
Tragedi Kanjuruhan (Oktober 2022): 131 orang meninggal akibat tembakan gas air mata polisi di stadion Malang.
Kasus Pembunuhan Brigadir J (Juli 2022): rekayasa kasus dan keterlibatan petinggi Polri yang akhirnya terungkap karena pengawalan publik.
Kekerasan terhadap Jurnalis (April 2025): ajudan Kapolri melakukan pemukulan terhadap jurnalis di Semarang.
Penembakan Pelajar di Semarang (2025): seorang pelajar tewas akibat tindakan brutal oknum polisi.
Kasus Penembakan Laskar FPI di KM 50 (2020): hingga kini masih menjadi catatan kelam dan meninggalkan luka publik.
“Sejumlah rangkaian peristiwa memeriskan selama kepemimpinan Listyo Sigit Prabowo merupakan sebuah catatan buruk dan kesalahan sistemik yang harus disegera benahi. Pembenahan akan gagal apabila pucuk pimpinan Polri tidak diganti,” tuturnya.
HB meminta Presiden Prabowo Subianto tidak boleh tinggal diam. Sebagai kepala negara, Presiden memiliki tanggung jawab untuk memastikan Polri kembali pada jati dirinya: pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.
“Harusnya Kapolri Listyo Sigit Prabowo sadar diri dan dengan sikap kesatria untuk mengundurkan diri atau Probowo langsung ambil tindakan tegas untuk mencopotnya,” tegas HB.
HB juga menilai permintaan maaf Kapolri dalam kasus Affan Kurniawan hanyalah bentuk penyesalan yang tidak menyentuh akar persoalan. Tanpa langkah tegas, pola kekerasan akan kembali berulang.
Selain mendesak pencopotan Kapolri, HB menyampaikan solidaritas kepada keluarga almarhum Affan Kurniawan. Semua biaya pengobatan, pemakaman, serta santunan bagi keluarga harus ditanggung penuh oleh institusi Polri.
HB juga meminta investigasi independen melibatkan Komnas HAM, Ombudsman, dan unsur masyarakat sipil untuk memastikan proses hukum berjalan transparan.
“Tragedi Affan bukan hanya melukai keluarga, tetapi juga melukai bangsa. Kami, anak-anak muda, tidak akan tinggal diam. Darah rakyat tidak boleh jadi korban atas arogansi kekuasaan bersenjata,” ujarnya.
“Uang pajak rakyat bukan untuk membayar seragam dan senjata yang disalahgunakan untuk menindas rakyat tapi untuk memastikan bahwa rakyat merasa aman dengan keberadaan Polri,” tandasnya.